- Back to Home »
- Sejarah Sholat
Dirikanlah sholat, sungguh ini merupakan kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman
- Qs. 4 an-nisaa’ :103- 104
Hai
orang-orang yang beriman, Ruku’ dan sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu ;
Berbuatlah kebaikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan - Qs. 22 al-hajj
: 77
Istilah Sholat berasal dari kata kerja Shalaah (yang
menyatakan suatu perbuatan) dan orang yang melakukannya disebut
Mushallin, sementara pusat tempat melakukannya disebut Musholla.
Kecuali bagi orang yang mushollin (yang mengerjakan sholat)
– Qs. 70 al-Ma’arij : 22
Jadikanlah sebagian dari maqam Ibrahim itu musholla (tempat sholat)
– Qs. 2 al-Baqarah: 125
Sholat
merupakan suatu perbuatan memuliakan Allah SWT yang menjadi suatu tanda
syukur kaum muslimin sebagai seorang hamba dengan gerakan dan bacaan
yang telah diatur khusus oleh Nabi Muhammad Saw yang tidak boleh dirubah
kecuali ada ketentuan-ketentuan yang memang memperbolehkannya[1].
Perintah
sholat sendiri sudah harus diperkenalkan sejak dini kepada generasi
muda Islam agar kelak dikemudian hari mereka tidak lagi merasa canggung,
malu atau malah tidak bisa melakukannya.
Dari Amer bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, berkata :
Rasulullah
Saw bersabda: ‘Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan sholat disaat
mereka berumur 7 tahun dan pukullah mereka jika tidak mengerjakannya
saat mereka berumur 10 tahun’
- Hadis Riwayat Ahmad dan abu daud
Perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat ; dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya - Qs. 20 thaahaa: 132
Dari
Hadis kita mendapati bahwa mendirikan sholat sudah ditekankan mulai
umur 7 tahun dan bila sampai usia 10 tahun belum juga melaksanakannya
maka kita seyogyanya mulai diberi penegasan berupa pukulan sampai mereka
mau mendirikannya. ; Tentu pukulan yang dimaksud disini tidak dengan
tujuan menyakiti apalagi sampai pada tingkat penganiayaan, namun sekedar
memberi pengajaran dan peringatan agar mau dan tidak malas untuk
sholat. Bukankah secara paradoks siksa Allah SWT jauh lebih keras dari
sekedar pukulan yang kita berikan dalam rangka menyayangi anak-anak kita
dan menghindarkan mereka dari azab Allah SWT ?
Jagalah dirimu
dari hari dimana seseorang tidak dapat membela orang lain walau
sedikitpun dan hari tidak diterima permintaan maaf serta tidak ada
tebusan baginya dan tidaklah mereka akan ditolong
Qs. 2 al-Baqarah : 48
Namun
al-Quran juga disatu sisi tidak menjelaskan secara detil sejak kapan
dan bagaimana teknis pelaksanaan Sholat yang diperintahkan kepada Nabi
Muhammad Saw. Meski demikian al-Quran secara tegas menyatakan bahwa
Sholat sudah dilakukan oleh umat-umat sebelumnya, seperti perintah
Sholat kepada Nabi Ibrahim dan anak cucunya[2], kepada Nabi Syu’aib[3],
kepada Nabi Musa[4] dan kepada Nabi Isa al-Masih[5]. Pernyataan
al-Qur’an tersebut dibenarkan oleh cerita-cerita yang ada dalam Kitab
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang mengisahkan tata cara beribadah
para Nabi sebelum Muhammad yaitu ada berdiri, ruku dan sujud yang jika
dirangkai maka menjadi Sholat seperti Sholatnya umat Islam.
Segeralah Musa berlutut ke tanah, lalu sujud menyembah
Perjanjian Lama – Kitab Keluaran 34:8
Masuklah, marilah kita sujud menyembah,
berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita.
Perjanjian Lama – Kitab Mazmur 95:6
Lalu sujudlah Yosua dengan mukanya ke tanah, menyembah
Perjanjian Lama – Kitab Yosua 5:14
Tetapi Elia naik ke puncak gunung Karmel, lalu ia membungkuk ke tanah,
dengan mukanya di antara kedua lututnya
Perjanjian Lama – Kitab I Raja-raja 18:42
Maka pergilah Musa dan Harun dari umat itu ke pintu Kemah Pertemuan,
lalu sujud. Kemudian tampaklah kemuliaan TUHAN kepada mereka.
Perjanjian Lama – Kitab Bilangan 20:6
Kemudian ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya
lalu ia berlutut dan berdoa - Perjanjian Baru – Injil Lukas 22:41
Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa
- Perjanjian Baru – Injil Markus 14:35
Dari
kenyataan ini, maka jelas bagi umat Islam bahwa Sholat sudah menjadi
suatu tradisi dan ajaran yang baku bagi semua Nabi dan Rasul Allah SWT
sepanjang jaman, sebagaimana firman-Nya :
Sebagai ketentuan Allah
SWT yang telah berlaku sejak dahulu, Kamu sekalipun tidak akan
menemukan perubahan Bagi ketentuan Allah SWT itu
- Qs. 48 al-fath: 23
Kisah
perjalanan Nabi Muhammad mengarungi angkasa raya yang disebut dengan
istilah Isra’ dan Mi’raj yang menceritakan awal diperintahkannya Sholat
kepada Nabi Muhammad sebagaimana terdapat dalam beberapa hadis yang
dianggap shahih atau valid oleh sejumlah ulama secara logika justru
mengandung banyak ketidaksesuaian dengan fakta sejarah dan ayat-ayat
al-Quran sendiri.
Menurut hadis, Isra’ dan Mi’raj terjadi sewaktu
Khadijah, istri pertama Rasulullah wafat, dimana peristiwa ini justru
menjadi salah satu hiburan bagi Nabi yang baru ditinggalkan oleh sang
istri tercinta dan juga paman beliau, Abu Thalib dimana tahun ini
disebut dengan tahun duka cita atau aamul ilzan[6].
Sementara
sejarah juga mengatakan bahwa jauh sebelum terjadinya Isra’ dan Mi’raj,
Nabi Muhammad dipercaya telah melakukan Sholat berjemaah dengan
Khadijjah sebagaimana yang pernah dilihat dan ditanyakan oleh Ali bin
abu Thalib yang kala itu masih remaja[7].
Logikanya perintah
Sholat telah diterima oleh Nabi Muhammad bukan saat beliau Isra’ dan
Mi’raj namun jauh sebelum itu, apalagi secara obyektif ayat al-Qur’an
yang menceritakan mengenai peristiwa Mi’raj sama sekali tidak
menyinggung tentang adanya pemberian perintah Sholat kepada Nabi.[8] ;
Pada kedua surah tersebut hanya menekankan cerita perjalanan Nabi
tersebut dalam rangka menunjukkan sebagian dari kebesaran Allah SWT
dialam semesta sekaligus merupakan kali kedua bagi Nabi melihat wujud
asli dari malaikat Jibril setelah sebelumnya pernah beliau saksikan saat
pertama mendapat wahyu di gua Hira.
Selain itu, diluar hadis
Isra’ dan Mi’raj yang menggambarkan Nabi memperoleh perintah Sholat pada
peristiwa tersebut, Imam Muslim dalam musnadnya ada meriwayatkan sebuah
hadis lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan cerita Mi’raj
namun disana menjelaskan bagaimana Nabi mempelajari Sholat dari malaikat
Jibril.
Dari Abu Mas’ud r.a. katanya : Rasulullah Saw bersabda :
turun Jibril, lalu dia menjadi imam bagiku Dan aku sholat bersamanya,
kemudian aku sholat bersamanya, lalu aku sholat bersamanya dan aku
sholat bersamanya dan aku sholat bersamanya Nabi menghitung dengan lima
anak jarinya - Hadis Riwayat Muslim[9]
Jika demikian adanya,
bagaimana dengan kebenaran hadis yang dipercaya oleh banyak orang bahwa
perintah Sholat baru diperoleh Nabi sewaktu isra’ dan mi’raj ?
Mungkin
kedengarannya ekstrim, tetapi meragukan atau malah menolak keabsahan
validitas hadis-hadis tersebut bukanlah perbuatan yang tercela apalagi
berdosa, dalam hal ini kita tidak menolak dengan tanpa dasar yang jelas,
para perawi hadis tetaplah manusia biasa seperti kita adanya, mereka
juga bisa salah baik disengaja apalagi yang tanpa mereka sengaja atau
sadari, adalah kewajiban kita untuk melakukan koreksi jika mendapatkan
kesalahan pada riwayat hadis yang mereka lakukan tentunya dengan tetap
menjaga kehormatannya dan berharap semoga Allah SWT mengampuni
kesalahannya.
Beberapa kejanggalan variasi cerita Isra’ dan
Mi’raj diantaranya sebut saja kisah Nabi Muhammad dan Buraq ketika
berhenti di Baitul maqdis dan melakukan sholat berjemaah didalam
masjidil aqsha bersama arwah para Nabi sebelumnya, padahal sejarah
mencatat bahwa masjid al-aqsha baru dibangun pada masa pemerintahan
Khalifah umar bin khatab tahun 637 masehi saat penyerbuannya ke
Palestina yang mana notabene saat itu Nabi Muhammad sendiri sudah cukup
lama wafat, beliau wafat tahun 632 masehi.
Cerita sholatnya Nabi
Muhammad dan para arwah inipun patut mengundang pertanyaan, sebab Nabi
sudah melakukan sholat (menurut hadis itu malah raka’atnya berjumlah 2)
sehingga pernyataan Nabi menerima perintah Sholat saat Mi’raj sudah
bertentangan padahal kisah ini terjadi detik-detik sebelum mi’raj itu
sendiri.
Belum lagi cerita sholatnya para arwah Nabi pun rasanya
tidak bisa kita terima dengan akal yang logis, masa kehidupan mereka
telah berakhir sebelum kelahiran Nabi Muhammad dan mereka sendiri sudah
menunaikan kewajiban masing-masing selaku Rasul Allah SWT kepada
umatnya, perlu apa lagi mereka yang jasadnya sudah terkubur didalam
tanah itu melakukan sholat ?
Setelah selesai sholat berjemaah,
lalu satu persatu para arwah Nabi dan Rasul itu memberi kata sambutannya
… sungguh suatu hal yang terlalu mengada-ada, karena jumlah mereka ada
ribuan yang berasal dari berbagai daerah dibelahan dunia ini, baik yang
namanya tercantum dalam al-Quran ataupun tidak[10], berapa lama waktu
yang habis diperlukan untuk mengadakan kata sambutan masing-masing para
arwah ini ?
Jika dimaksudkan agar semua Nabi dan Rasul itu
bertemu dan bersaksi mengenai kebenaran Muhammad, ini dibantah oleh
al-Quran sendiri yang menyatakan bahwa pada masa kehidupan mereka dan
pengangkatan mereka selaku Nabi dan Rasul, Allah SWT telah mengambil
perjanjian dari mereka mengenai akan datangnya seorang Rasul yang
membenarkan ajaran mereka sebelumnya lalu terdapat perintah tersirat
agar mereka menyampaikan kepada umatnya masing-masing :
Dan ketika Allah SWT mengambil perjanjian terhadap para Nabi :
‘Jika
datang kepadamu Kitab dan Hikmah, lalu datang kepada kamu seorang Rasul
yang membenarkan apa-apa yang ada tentang diri kamu, hendaklah kamu
imani ia secara sebenarnya.’ ; Dia bertanya : ‘Sudahkah kalian
menyanggupi dan menerima perjanjian-Ku tersebut ?’ ; Mereka menjawab :
‘Kami menyanggupinya !’ ; Dia berkata : ‘Saksikanlah ! dan Aku bersama
kamu adalah dari golongan mereka yang menyaksikan !’
- Qs. 3 ali imron: 81
Puncak
kemustahilan cerita dari hadis-hadis mi’raj adalah saat Nabi Muhammad
diberitakan telah bolak balik dari Allah SWT ke arwah Nabi Musa untuk
penawaran jumlah sholat yang semula 50 kali menjadi 5 kali dalam sehari
semalam, apakah sedemikian bodohnya Nabi Muhammad itu sehingga dia harus
diberi saran berkali-kali oleh arwah Nabi Musa agar mau meminta
keringanan kepada Allah SWT sampai 9 kali pulang pergi ?
Tidakkah
kekurang ajaran arwah Nabi Musa dalam cerita tersebut dengan menganggap
Allah SWT juga tidak mengerti akan kelemahan dan keterbatasan umat Nabi
Muhammad sebab tanpa dipikir dulu telah memberi beban kewajiban yang
pasti tidak mampu dikerjakan oleh mereka sehingga arwah Nabi Musa itu
harus turut campur memberi peringatan kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad
lebih dari sekali saja sebagai suatu indikasi israiliyat (hadis buatan
orang-orang Israel atau Yahudi yang sengaja dibuat untuk tetap
memuliakan Nabi Musa diatas yang lain) ?
Apakah hadis-hadis yang
demikian ini masih akan diterima dan dipertahankan hanya untuk
mempertahankan dalil turunnya perintah Sholat, sementara al-Qur’an
sendiri yang nilai kebenarannya sangat pasti justru tidak berbicara
apa-apa tentang hal tersebut ?
Tidak diragukan bahwa Nabi
Muhammad pernah melakukan Isra’ dan Mi’raj karena hal ini ada didalam
al-Quran dan bisa dianalisa secara ilmiah, tidak perlu diragukan pula
bahwa Sholat merupakan salah satu kewajiban utama seorang muslim sebab
inipun banyak sekali ayatnya didalam al-Quran dan hadis-hadis lain,
bahkan sholat merupakan tradisi yang diwariskan oleh semua Nabi dan
Rasul dalam semua jamannya. Hanya saja itu tidak berarti kaum muslimin
bisa menerima semua riwayat hadis yang isinya secara jelas mempunyai
pertentangan dengan al-Quran dan logika, sehingga akhirnya hanya akan
menyerahkan akal pada kebodohan berpikir, padahal Allah SWT sendiri
mewajibkan manusia untuk berpikir dan berdzikir didalam membaca
ayat-ayat-Nya.
[1] Misalnya jika sakit boleh sholat dengan cara duduk, berbaring hingga hanya dengan kedipan mata saja
[2] Lihat surah 21 al-anbiya ayat 73 dan surah 19 Maryam ayat 55
[3] Lihat surah 11 Huud ayat 87
[4] Lihat surah 20 Thaahaa ayat 14
[5] Lihat surah 19 Maryam ayat 31
[6] Drs. Abu Ahmadi, Mutiara isra’ mi’raj, Penerbit Bumi Aksara, hal. 27
[7] Muhammad Husain Haekal , Sejarah Hidup Muhammad, edisi besar, Penerbit Litera antarNusa, 1998, hal. 87 – 88
[8] Lihat surah 17 al-israa ayat 1 dan surah 53 an-najm ayat 13 s/d 18
[9]
Fachruddin HS, Terjemah Hadits Shahih Muslim III, Bagian ke-26, Waktu
Sembahyang Fardu dan Kiblat, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1979, hal.
170
[10] lihat surah 40 al-mu’min: 78 dan surah. 17 al-israa’: 15