Popular Post

Posted by : Unknown Rabu, 29 Mei 2013


Masyarakat suku sasak dikenal sebagai masyarakat etnik asli Lombok yang kaya akan tradisi dan keraifan local. Suku Sasak merupakan masyarakat yang telah tinggal di Tanah Lombok selama berabad-abad lamanya. Tak heran jika di Lombok, Suku Sasak memiliki banyak peninggalan dengan nilai historis tinggi. Tidak hanya itu, masyarakat Suku Sasak sampai saat ini masih berpegang teguh pada tradisi-tradisi warisan nenek moyang.
Upacara Metulak sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat Suku Sasak terutama yang tinggal di daerah pedesaan. Kata Metulak sendiri berasal dari kata “me”dan “tulak”. Kata  “me” dalam bahasa sasak adalah awalan yang bisa disisipkan kepada kata apa saja dan kata “tulak” berarti kembali. Secara keseluruhan arti dari katametulak adalah mengembalikan atau lebih dikenal dengan tolak bala. Upacara ini bertujuan untuk untuk menolak hama, penyakit, bencana dan gangguan roh jahat. Upacara metulak dikenal juga dengan istilah bersentulak. Upacara ini dilakukan oleh leluhur pra Islam, tetapi seiring dengan masuknya Islam, Upacara Metulak tetap dilaksanakan dengan memasukan unsur-unsur keislaman ke dalam upacara tersebut. Konon, Upacara Metulak pertama kali dilaksanakan oleh leluhur Suku Sasak di Desa Pujut, Lombok Tengah. Akan tetapi, belum ada sumber yang menyebutkan kapan tepatnya upacara itu pertama kali dilakukan. Hanya saja sumber lain menyebutkan bahwa islam masuk ke Pujut sekitar abad ke-16 dengan tokoh penyebar agama Islam adalah Wali Nyatok.

Tata Cara Upacara Adat Metulak
Pelaksanaan upacara adat Metulak disesuaikan dengan tujuannya. Misalnya jika upacara bertujuan untuk menolak wabah penyakit dilaksanakan sekitar 4 tahun sekali atau ada juga yang melakukan upacara metulak dalam kisaran waktu 1 atau 6 tahun sekali. Setidaknya ada beberapa perisitiwa dimana masyarakat suku sasak biasa melakukan Upacara Adat Metulak diantaranya adalah saat seseorang atau keluarga tertimpa sakit, saat pendirian dan penempatan rumah baru, saat pemotongan rambut bayi, saat keberangkatan haji, saat tertimpa wabah penyakit cacar dan saat pad baru berisi. Lazimnya upacara metulak ini dilaksanakan selam dua hari dua malam.
Upacara ini dipimpin oleh seorang kepala desa (datu) dan dibantu oleh orang yang dituakan (penowaq), pembantu kepala desa  (keliang), kyai, kelompok pembaca lontar (petabah), dukun (belian) dan pemangku. Semua anggota prosesi ini memiliki tugas masing-masing yakni kepala desa bertugas memimpin upacara dengan dibantu keliang, penowaq bertugas untuk mengundang roh leluhur dan Dewi Anjani penguasa Gunung Rinjani dengan dibantu para perempuan yang sudah tidak haid lagi ataumenopause dan kyai bertugas memimpin doa. Upacara ini biasanya digelar di rumah yang mempunyai hajat kecuali jika upacara dilakukan untuk menanggulangi wabah cacar biasanya dilakukan di rumah adat desa.
Upacara ini dihadiri oleh keluarga, kerabat dan warga desa yang masing-masing telah membawa botol kosong dan uang sebanyak 9 kepeng (uang koin yang hanya digunakan untuk sarat ritual saja tidak dipergunakan untuk alat tukar). Botol tersebut nantinya akan diisi air yang telah didoakan oleh belian lalu diminumkan kepada anggota keluarga yang sakit atau juga sebagai obat penolak bala
Prosesi adat metulak
Prosesi Adat Metulak ini terbagi menjadi 3 bagian yakni tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan penutup. Pada tahap persiapan dilakukan musyawarah untuk mengambil keputusan tentang tempat, waktu dan proses penyelenggaraan upacara. Musyawarah ini dilakukan di rumah kepala desa atau di rumah pemuka adat atau pemuka agama setempat. Setelah itu setiap rumah tangga membuat saweq. Kemudian mendirikan terop dari bambu dan anyaman daun kelapa (kelansah), memndirikan pondok bambu yang beratap ilalang tanpa dinding (das), mendirikan tempayan yang ditutup kelambu, menyiapkan lima penginang yaitu penginang selao, tulis, tombak, rowah dan sembeq, pembacaan lontar hikayat Nabi Yusuf, memasak gulai ayam dan menggelar Tarung Parasean. Dan untuk menghias tempayan dibutuhkan tanaman seperti nagasaritandan uwar atau injan bonte yang termasuk tumbuhan yang langka sehingga harus dicari ke hutan atau desa lain
Di tahap pelaksanaan, upacara ini dilaksanakan setelah Shalat Isya dengan diawali dengan pembacaan barzanji secara bergantian oleh jamaah, proses ini terbilang lama karena Barzanji yang dibaca berjumlah ratusan bait. Selama pembacaan Barzanji ini terus disuguhkan berbagai jenis makanan khas Lombok yang disebut dengan istilahMetun Manaek.
Makanan-makanan yang disajikan memilki symbol-simbol tersendiri yaitu tape (poteng) yang menyimbolkan daging manusia, tebu sebagai symbol tulang, sumping symbol sumsum, jongkong symbol isi tubuh manusia, ketuapat dan tekel symbol pria dan wanita serta rowut symbol kehidupan. Seusai pembacaan barzanji dilakukan pembacaan kisah ( cakepan) nabi yusuf yang tertulis dalam lontar, dibacakan oleh petabah, kyai dan pemangku, selesai pembacaan bait ke 9, pembacaan dihentikan lalu kyai atau pemangku mencicipi serabi, serabi dicampurkan dengan santan, lau digarami dan dicicipi selama 3 kali lalu pembacaan barzanji ini dilanjutkan setiap di akhir bait cerita Nabi Yusuf dilemparkan ke dalam sumur oleh saudaranya lontar dimasukan ke dalam air.
Setelah prosesi ini selesai acara dilanjutkan dengan makan bersama, sebelum makan dimulai di depan kyai diatur dolang, panginang rowah, air  bunga celupan lampu biji jarak dan kemenyan. Seusai makan para pemangku mencampurkan air seloa dan air  bunga celupan lampu biji jarak. Air ini kemudian dibagikan kepada warga kemudian warga menyiramkan air di sekitar kandang atau di sawah dan diminumkan pada keluarga yang sakit. Air ini dipercaya bisa menolak bala. Setelah prosesi ini selesai keesokan harinya diadakan tarung peresean yakni tarung antar dua orang dengan menggunakan sebilah rotan. Setiap orang dibekali tameng kulit kambing atau rajutan rotan. Permainan ini berlangsung dari pagi hingga sore hari. Dalam prosesi terkandung nilai-nilai moral yang baik di samping nilai kulturalnya, seperti nilai kebersamaan, nilai ketaatan terhadap agama dan adat serta nilai mempertahankan tradisi.
Tradisi ini masih berkembang dan dipertahankan oleh masyarakat suku sasak. Hanya saja pada perekembangannya upacara ini sudah jarang dilakukan secara utuh. Ada beberapa perubahan seperti pemimpin upacara yang asalnya kepala desa (datu) menjadi ulama atau pemuka agama. Walaupun begitu, masyarakat suku sasak masih memegang teguh pada nilai-nilai kultural dan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam tradisi tersebut

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © LantzNa_Atshery - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -